spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Ketegangan China-AS Tekan IHSG, tapi 5 Saham Ini Masih Menarik


jelajahtechno.com — Pasar saham Indonesia tengah menghadapi tekanan baru. Berdasarkan riset harian Phintraco Sekuritas, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Rabu, 15 Oktober 2025, berpotensi melanjutkan pelemahan. IHSG diperkirakan bergerak dalam kisaran resistance 8.150, pivot 8.100, dan support 7.950.
Pada perdagangan Selasa, 14 Oktober 2025, IHSG ditutup melemah signifikan sebesar 1,95% ke level 8.066,52. Mayoritas indeks saham Asia juga mengalami penurunan serupa, menandakan sentimen global yang masih negatif terhadap aset berisiko.

Sentimen Global: Ketegangan China-AS Kembali Memanas

Tekanan terhadap bursa Asia tak lepas dari meningkatnya tensi geopolitik antara China dan Amerika Serikat. Pemerintah China menjatuhkan sanksi terhadap lima anak usaha Hanwha Ocean, perusahaan pembuat kapal asal Korea Selatan yang dianggap memiliki keterlibatan dengan kepentingan AS dalam penyelidikan industri pelayaran China.
Selain itu, pemerintah China juga melarang organisasi dan individu domestik melakukan bisnis dengan perusahaan yang terkena sanksi, sehingga dikhawatirkan akan memperburuk hubungan perdagangan antara dua negara raksasa ekonomi dunia tersebut.
Kondisi ini turut memicu kekhawatiran investor global. Menurut Phintraco Sekuritas, ketegangan tersebut bisa berdampak pada perdagangan internasional dan rantai pasok global, yang pada akhirnya menekan sentimen pasar saham di kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Wall Street Ditutup Mixed, Investor Waspadai Dampak Perang Dagang

Sementara itu, bursa saham Amerika Serikat (Wall Street) pada Selasa (14/10/2025) ditutup bervariasi (mixed). Kekhawatiran terhadap potensi perang dagang jilid baru antara AS dan China meningkat setelah Presiden Donald Trump mengkritik China karena belum memenuhi janji untuk membeli produk pertanian, terutama kedelai dari Amerika.
Di sisi lain, Ketua The Federal Reserve (The Fed) memberi sinyal bahwa tarif impor yang tinggi berpotensi menyebabkan hilangnya lapangan kerja jika bank sentral terlambat memangkas suku bunga. Pasar menafsirkan sinyal tersebut sebagai indikasi adanya peluang pemangkasan suku bunga lanjutan untuk menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi AS.
Menariknya, Dana Moneter Internasional (IMF) justru memberikan sentimen positif dengan menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 menjadi 3,2%, naik dari proyeksi sebelumnya sebesar 3,0%. Meski begitu, kenaikan proyeksi ini belum cukup kuat untuk menahan aksi jual di pasar saham global.

Sentimen Domestik: Defisit APBN Melebar tapi Masih Aman

Dari sisi domestik, Phintraco Sekuritas menyoroti kondisi fiskal Indonesia yang relatif terjaga meski terdapat pelebaran defisit. Hingga September 2025, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercatat sebesar 1,56% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar Rp 371,5 triliun. Angka ini meningkat dibandingkan Agustus 2025 yang berada di level 1,35% dari PDB, namun masih jauh di bawah target defisit APBN 2025 sebesar 2,78%.
Pendapatan negara hingga kuartal III-2025 mencapai Rp 1.863,3 triliun atau 65% dari target, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 2.000,6 triliun. Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai Rp 2.234,8 triliun atau 63,4% dari target tahunan, menunjukkan aktivitas fiskal yang masih cukup tinggi. Menariknya, keseimbangan primer mencatatkan surplus sekitar Rp 18 triliun, menandakan bahwa pendapatan negara masih mampu membiayai belanja di luar bunga utang.

Investor Menunggu Data Foreign Direct Investment (FDI) Kuartal III

Phintraco Sekuritas juga menyebutkan bahwa para pelaku pasar akan mencermati data Foreign Direct Investment (FDI) kuartal III-2025 yang akan dirilis hari ini. FDI pada kuartal sebelumnya tercatat turun 7%, dan diperkirakan kembali melemah 6% pada kuartal III. Penurunan ini bisa menjadi indikasi bahwa investasi asing langsung ke Indonesia mulai melambat, yang berpotensi menekan likuiditas di pasar saham dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Jika data aktual menunjukkan penurunan lebih dalam dari perkiraan, maka tekanan jual terhadap saham-saham berkapitalisasi besar (blue chip) bisa semakin meningkat.

Analisis Teknikal IHSG: Potensi Lanjutkan Koreksi

Secara teknikal, indikator Stochastic RSI dan MACD menunjukkan sinyal Death Cross, disertai dengan kenaikan volume jual (selling pressure) yang cukup signifikan. Selain itu, IHSG telah ditutup di bawah rata-rata pergerakan (moving average) MA5 dan MA20, yang memperkuat indikasi tren pelemahan jangka pendek.
Menurut Phintraco Sekuritas, jika tekanan jual berlanjut, IHSG berpotensi melanjutkan koreksi dan menguji level support kritis di kisaran 7.950–8.000. Level ini menjadi area penting yang menentukan apakah IHSG akan mengalami rebound atau justru menembus ke bawah, membuka ruang koreksi lebih dalam menuju 7.800.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Popular Articles