—-
jelajahtechno.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali tertekan. Pada perdagangan Kamis (25/9/2025), dolar AS dibuka di level Rp 16.735. Bahkan, analis memperkirakan kurs rupiah berpotensi melemah hingga menembus Rp 17.000 per dolar AS dalam waktu dekat.
Prediksi Rupiah Bisa Tembus Rp 17.000
Pengamat Ekonomi, Mata Uang, dan Komoditas Ibrahim Assuaibi menyebut, jika rupiah tembus Rp 16.800, maka peluang menuju Rp 17.000 pada Oktober sangat besar.
“Kalau seandainya tembus di level Rp 16.800, ada harapan bahwa dalam bulan Oktober, rupiah tembus di Rp 17.000. Itu sangat mungkin sekali terjadi,” ujar Ibrahim.
Faktor Eksternal: Ketegangan Geopolitik
Ibrahim menjelaskan, salah satu faktor eksternal penguatan dolar AS adalah meningkatnya ketegangan geopolitik di Eropa. Hal ini semakin terasa setelah pidato Presiden AS Donald Trump di PBB yang memperingatkan Eropa agar tidak membeli minyak dari Rusia.
Meskipun belum ada kebijakan nyata, retorika tersebut dinilai meningkatkan risiko geopolitik global. Sanksi baru atau tindakan balasan Rusia bisa mengganggu ekspor minyak, sehingga mendorong penguatan dolar AS.
Selain itu, Ukraina dengan dukungan NATO dan AS juga terus meningkatkan serangan drone ke infrastruktur energi Rusia, termasuk kilang minyak dan terminal ekspor. Kondisi ini memperburuk sentimen pasar global.
Baca juga : Mengenal Sumitronomics: Konsep Ekonomi ala Prof. Sumitro
Faktor Internal: Kebijakan Pemerintah dan BI
Dari sisi internal, Ibrahim menyoroti pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak program tax amnesty. Menurutnya, keputusan ini membuat pasar bereaksi negatif.
“Dulu di era Sri Mulyani, program tax amnesty mendapat respons positif dan mendorong aliran modal masuk. Tapi sekarang dihentikan karena dianggap ada kongkalikong pengusaha. Pasar menilai kebijakan ini negatif,” jelasnya.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) yang terus melakukan intervensi di pasar valas juga disebut kewalahan menghadapi spekulasi besar di pasar internasional NDF (Non-Deliverable Forward).
Pandangan Analis Lain: Suku Bunga dan Kebijakan Fiskal
Pengamat Komoditas dan Mata Uang DCFX Futures, Lukman Leong, menambahkan bahwa sejak awal tahun rupiah cukup kuat berkat intervensi BI dan kebijakan suku bunga tinggi. Namun, pemangkasan suku bunga belakangan ini membuat investor terkejut.
Selain itu, kebijakan fiskal yang lebih longgar pasca pergantian Menteri Keuangan serta stimulus besar dianggap menekan rupiah. Lukman juga menilai revisi UU P2SK menimbulkan kekhawatiran akan independensi BI, karena mandat bank sentral tidak lagi hanya fokus pada inflasi dan nilai tukar.
“Usaha pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi dipandang bisa mengorbankan rupiah, meningkatkan inflasi, dan memperlebar defisit anggaran,” ujarnya.
Anggaran Makan Bergizi Gratis Jadi Sorotan
Lukman juga menyinggung program pemerintah yang dianggap membebani anggaran, seperti program makan bergizi gratis dengan alokasi hingga Rp 500 triliun per tahun.
Menurutnya, dana sebesar itu bisa dialihkan menjadi investasi jangka panjang atau pembangunan infrastruktur.
“Kalau dihitung empat tahun, Rp 2.000 triliun bisa dijadikan dana abadi untuk banyak hal,” katanya.
Intervensi BI dan Prospek Rupiah ke Depan
BI saat ini gencar melakukan intervensi untuk menahan pelemahan rupiah. Namun, langkah ini berisiko menggerus cadangan devisa. Jika intervensi tidak cukup agresif, nilai tukar rupiah diperkirakan bisa menembus Rp 17.000 per dolar AS.
“Bisa tembus Rp 17.000, tapi tergantung seberapa agresif BI melakukan intervensi,” pungkas Lukman.
Kesimpulan
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS dipicu kombinasi faktor eksternal dan internal. Ketegangan geopolitik, kebijakan fiskal yang longgar, pemangkasan suku bunga, hingga program pemerintah yang dianggap membebani APBN menjadi faktor utama.
Meski BI melakukan intervensi, tekanan terhadap rupiah diperkirakan akan berlanjut. Investor disarankan mencermati perkembangan kebijakan moneter, geopolitik global, serta kebijakan fiskal pemerintah Indonesia.
[…] Rupiah Melemah Ditekuk Dolar AS, Ini Penyebabnya […]